Kamis, 16 Juli 2009

Meraih Kebahagiaan Sejati (Mazmur 1:1)


Siapapun kita tentulah mendambakan kebahagiaan dalam hidup kita. Disadari atau tidak, banyak hal kita lakukan demi meraih kebahagiaan itu, termasuk dalam hal beriman. Kita beriman kepada TUHAN antara lain karena ada motivasi “ingin bahagia” dalam diri kita, dan kita percaya bahwa TUHAN adalah sumber kebahagiaan sejati kita.

Tapi, ada kalanya, hidup sebagai orang yang beriman, justru tak memberi kita kebahagiaan. Kita sering larut dalam kesedihan atau hidup dalam keputusasaan. Jadinya, keberimanan kita sangatlah semu dan tidak memberi dampak apa-apa dalam hidup kita.

Lalu, apa yang harus kita lakukan?

Pemazmur mengungkapkan tiga langkah meraih kebahagiaan dalam hidup. Tiga langkah itu digambarkan dengan tiga kata kerja yang sederhana: “berjalan” (halakh), “berdiri” (‘amad), dan “duduk” (moshav).

“Berjalan” (halakh) berbicara tentang perbuatan kita. Jika kita berbuat hal-hal yang fasik atau jahat, maka pada dasarnya kita menjauhkan diri kita dari kebahagiaan sejati.

Bayangkan, berapa kali pikiran kita dihantui oleh rasa bersalah setiap kali kita menyakiti hati orang lain? Ketika pikiran kita dihantui oleh rasa bersalah itu, maka, kebahagiaan pun lenyap dari pikiran kita.

Tingkatan selanjutnya adalah “berdiri” (‘amad). “Berdiri” berbicara tentang pilihan kita. TUHAN menawarkan kebaikan, Iblis menawarkan dosa, tapi pilihan ada di tangan kita. Jika kita menghendaki kebahagiaan yang sejati, maka pilihlah tawaran dari Sang Pemilik Kebahagiaan Sejati itu, yaitu TUHAN.

Setiap saat kita dihadapkan pada pilihan itu, artinya setiap saat adalah peluang bagi kebahagiaan dalam hidup kita. Jadi, jangan keliru menentukan pilihan!

Tingkatan terakhir adalah “duduk” (moshav). “Duduk” berbicara tentang prinsip hidup kita. Prinsip hidup kita menjiwai seluruh perbuatan dan pilihan kita. Karena itu, prinsip hidup yang dipengaruhi oleh para pencemooh, yaitu orang-orang yang senang merendahkan atau meremehkan orang lain, tidak akan pernah memberikan kebahagiaan sejati dalam hidup kita.

Itulah sebabnya kita dituntut untuk memiliki kerendahan hati, bukan merendahkan yang lain. Kerendahan hati akan memancarkan ketulusan dalam perbuatan kita serta kebaikan dalam pilihan kita. Karena itu, beriman tak hanya sekedar mengubah perbuatan kita atau memastikan pilihan kita, tapi juga menanamkan prinsip hidup yang lebih baik dalam hidup kita.

Dengan adanya sinergisitas antara perbuatan, pilihan dan sikap hidup, maka kebahagiaan sejati akan kita raih dalam keberimanan kita. Amin! [oyr79]

* ditulis untuk mengisi Warta GKA Kelapa Gading

Tidak ada komentar:

Posting Komentar