Minggu, 12 Desember 2010

TUHAN Menyesal?


Dalam Kejadian 6:6 terdapat kalimat "maka menyesallah TUHAN" dalam Alkitab Terjemahan Baru (TB) terbitan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI). Kalimat ini tentulah kalimat anthropomorfis.

Penggunaan kalimat-kalimat anthropomorfis sangatlah lazim dalam Alkitab, misalnya "TUHAN berjalan," "TUHAN duduk," "TUHAN sedih," dan banyak lagi. Kalimat-kalimat anthropomorfis menggambarkan seolah-olah TUHAN seperti manusia agar manusia lebih mudah memahaminya. Pada dasarnya, TUHAN tidak bisa digambarkan atau diserupakan dengan apapun juga, karena DIA melampaui segala batas logika dan pemikiran manusia.

Tapi, betulkah yang dimaksud pada Kejadian 6:6 itu "TUHAN menyesal"?
Jika ya begitu, maka tentulah akan mengusik pemahaman teologis kita. Bagaimana mungkin IA yang Maha Tahu (omniscience) itu "menyesal"?

Marilah kita lihat definisi "menyesal" menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Menyesal adalah "merasa tidak senang atau tidak bahagia (susah, kecewa, dsb) karena (telah melakukan) sesuatu yang kurang baik (dosa, kesalahan, dsb)."

Dalam Kejadian 6:6 (TB-LAI) diterjemahkan, "maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi." Apakah karena manusia pada akhirnya menjadi jahat, maka TUHAN menyesal karena merasa bahwa karya-NYA ternyata tidak baik atau salah atau tidak sesuai harapan-NYA?

Saya kurang begitu sepakat dengan adanya kata "menyesal" dalam terjemahan Kejadian 6:6 (TB-LAI) ini, tetapi bukan berarti Saya mengatakan bahwa terjemahan TB-LAI keliru dalam hal ini. Para penerjemah TB-LAI tentulah memiliki argumen teologis tersendiri untuk menerjemahkan demikian.

Tapi, akan lebih baik jika kita membaca ayat ini dalam teks Ibraninya. Dalam teks Ibrani, ayat ini berbunyi: "וַיִּנָּ֣חֶם יְהוָ֔ה כִּֽי־עָשָׂ֥ה אֶת־הָֽאָדָ֖ם בָּאָ֑רֶץ" (wayyinakhem YHWH kī-‘asaʰ eth-ha’adam ba’arets). Kata וַיִּנָּ֣חֶם (wayyinnakhem) di sini diterjemahkan "dan menyesallah" dalam TB-LAI.

Kata וַיִּנָּ֣חֶם (wayyinnakhem) merupakan penggabungan dari kata sambung (konjungsi) - (dan; maka; lalu; dll) dan kata kerja nifal bentuk imperfek untuk orang ke-3 maskulin tunggal: yinnakhem. Kata yinnakhem-lah yang diterjemahkan "menyesal" dalam TB-LAI. Kata ini berakar dari kata נחם (n-kh-m, baca: "nakham") yang secara harafiah berarti “menarik nafas dalam-dalam.” Biasanya kata n-kh-m ini digunakan untuk menggambarkan perasaan sedih, duka, belas kasihan atau perasaan nyaman.

Kata n-kh-m merupakan kata yang umum dalam bahasa-bahasa yang serumpun dengan Bahasa Ibrani kuno. Namun, umumnya, kata n-kh-m memiliki arti "menghibur" atau "memberikan rasa terhibur" misalnya dalam Bahasa Ugarit. Arti ini juga nampak ketika kata ini digunakan sebagai nama orang, misalnya: Nehemia (penghiburan dari TUHAN), Nahum (terhibur) atau Menahem (penghibur).

Kata yinnakhem, meskipun merupakan bentuk nifal, juga tetap bisa berarti "dihibur." Misalnya dalam Kejadian 24:67 "demikianlah ia dihiburkan (wayyinnakhem)." Namun, kata yinnakhem pada Kejadian 6:6 ini tentulah tidak berarti "dihiburkan" atau "nyaman." Tentu TUHAN tidak merasa "dihiburkan" atau merasa "nyaman" dengan kejahatan yang diperbuat manusia. Sebab, jika TUHAN merasa "terhibur" atau "nyaman," maka IA tidak akan mendatangkan hukuman bagi manusia, sebagaimana pada ayat 7.

Jadi, pada ayat ini, kata yinnakhem lebih tepat diterjemahkan "sedih" atau "berduka." Sekali lagi, tentu saja dalam bentuk anthropomorfis. Mengapa lebih tepat diterjemahkan "sedih" atau "berduka"? Hal ini diperkuat dengan kalimat berikutnya, "וַיִּתְעַצֵּ֖ב אֶל־לִבּֽוֹ" (wayyith‘atstsev el-libbō) artinya: "mendatangkan kepedihan dalam hati-NYA" atau TB-LAI menerjemahkan "memilukan hati-NYA."

Pada ayat 7, kata n-kh-m kembali muncul dalam bentuk nifal perfek untuk orang pertama tunggal: nikham'tī (TB-LAI menerjemahkan: "AKU menyesal"). Kata nikham'tī di sini juga lebih tepat diartikan "sedih" atau "berduka." [oyr79]

* Kata kerja bentuk nifal dalam Bahasa Ibrani menunjukkan: a) bentuk pasif (biasanya ketika subyeknya tidak jelas atau ketika obyek menjadi subyek), b) bentuk refleksif (jarang terjadi, biasanya bentuk refleksif menggunakan kata kerja bentuk hitpael), atau c) bentuk akibat (menyatakan keadaan subyek yang diakibatkan oleh suatu tindakan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar