Rabu, 12 Januari 2011

Musa dan YHWH

Dalam Midrash (kumpulan eksegese Tanakh) Yahudi, Musa dikenal memiliki tujuh nama lain, yaitu: Yequthiel (oleh ibunya), Heber (oleh bapaknya), Yered (oleh Miriam), Avi Zanoakh (oleh Harun), Avi Gedor (oleh Kehat), Avi Soso (oleh pengasuhnya), dan Shemaia ben Nethanel (oleh orang-orang Israel). Sementara, dalam Midrash Wayiqra Rabba 1:3, Musa juga dikenal dengan nama Tovia (sebagai nama pertamanya) dan Lewi (nama keluarganya). Dalam Talmud Bava Batra, dia juga dikenal dengan nama Heman dan Mokhoqeiq. Dalam Talmud Berakhoth, ia dikenal dengan nama Ehl Gav Ish.


Beberapa ahli Yahudi dari abad pertengahan mengatakan bahwa nama Musa adalah terjemahan Bahasa Mesir yang berarti “menarik keluar,” yang kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Ibrani sebagaimana dalam Kel. 2:10 (dari kata m-sh-h).

Sumber-sumber Katolik abad ke-20 menyebutkan bahwa nama Musa berasal dari Bahasa Mesir, yang berarti “lahir.” Nama ini teridentifikasi dari nama-nama orang-orang Mesir, seperti Ah-mose (Ahmose) artinya “lahir dari Ah,” Ptah-mose (Ptahmose) artinya “lahir dari Ptah,” Tuth-mose (Tuthmose) artinya “lahir dari Thuth” dan Raa-mses (Raamses) artinya “lahir dari Ra.”

Tidak hanya Musa yang diketahui memiliki nama Mesir, nama-nama seperti Merari (Kel. 6:15) mirip dengan nama Mesir M-r-r-y, artinya “yang dikasihi” dan Pinehas (Kel. 6:24) mirip dengan nama Mesir Pi-nhsy, artinya “warna tembaga.”

Musa dikenal sebagai nabi yang ideal di kalangan Yahudi. Ia dianggap sebagai pencetus dasar-dasar iman dan tradisi Yahudi, termasuk upacara-upacara dan ritual-ritual keagamaan Yahudi. Bahkan, kelima kitab pertama dalam Tanakh disebut sebagai “Kitab-kitab Musa.”

Masalahnya adalah kapan persisnya Musa hidup atau tepatnya pada zaman dinasti Firaun mana?

Telah dibahas sebelumnya bahwa bangsa-bangsa Ibrani dijadikan buruh di Mesir dalam pembangunan dua kota perbekalan, Pitom dan Raamses (Kel. 1:11). Kemungkinan paling besar bahwa periode perbudakan ini terjadi pada masa Firaun Raamses II, sebab dialah Firaun yang memberi nama “Pi-Raamses” (Puri Raamses) untuk kota yang sebelumnya bernama Avaris dan terletak di muara Sungai Nil itu.

Raamses II hidup pada abad ke-13 SM pada masa Dinasti XIX di Mesir. Dokumen-dokumen kuno yang ditemukan berasal dari abad ke-13 SM ini memberikan keterangan mengenai adanya para buruh yang bekerja untuk membangun proyek-proyek kerajaan.

Dalam dokumen-dokumen kuno tersebut, para buruh itu disebut dengan nama Apiru/Abiru atau Hapiru/Habiru yang mirip dengan istilah ‘ivrī (Ibrani).

Nama kota Raamses tidak lagi ditemukan dalam dokumen-dokumen kuno dari abad ke-11 SM. Dokumen-dokumen pada abad ini menyebut nama kota itu dengan nama Tanis, bukan lagi Raamses. Artinya, tulisan Kel. 1:11 hanya dimungkinkan berasal dari penulis-penulis setelah abad ke-13 SM dan sebelum abad ke-11 SM, yaitu sepanjang periode Dinasti XIX Mesir. Jika demikian, maka kemungkinan Musa hidup pada periode Raamses II atau Firaun-firaun setelahnya.

Berdasarkan Kitab Keluaran, Musa adalah putra dari Amram dari istrinya yang bernama Yokhebed. Ayah Amram adalah Kehat, keturunan Lewi (Kel. 6:19). Dalam Kej. 46:11, Kehat termasuk dalam 70 keluarga Yakub yang masuk ke Mesir pada masa Yusuf. Artinya, Musa adalah bagian dari generasi kedua Israel di Mesir.

Cerita kelahiran Musa sendiri mirip dengan legenda Mesopotamia tentang Sargon dari Agade. Dalam legenda Sargon, ibu Sargon meletakkan bayinya ke dalam keranjang dan menghanyutkannya di sungai. Sargon kemudian ditemukan oleh Akki, yang kemudian membesarkannya sebagai anaknya sendiri. Dalam perkembangannya, Sargon menjadi raja besar di Sumeria.

Bisa jadi, cerita kelahiran Musa memang hanya mengadopsi legenda Mesopotamia itu.
Menurut tradisi, Musa ditemukan oleh Bithia (atau Bica—1Taw. 4:17), seorang putri Firaun. Yosefus menyebutnya Thermuthis, bukan Bithia. Menurut cerita al-Qur’an, Musa ditemukan oleh Asiya, istri Firaun, bukan putri Firaun.

Dalam catatan Midrash dikatakan bahwa Bithia mempunyai penyakit kulit, sehingga ia harus mandi di air yang dingin, yaitu di Sungai Nil. Ketika ia menemukan keranjang berisi bayi Musa, ia langsung mengetahui bahwa kelak Musa akan menjadi seorang raja besar.

Bithia dibuang oleh Firaun karena memasukkan Musa ke dalam istana. Akibatnya, Bithia meninggalkan Mesir bersama-sama dengan Musa dalam peristiwa eksodus. Ia menikah dengan Mered, seorang keturunan Yehuda. Dalam Midrash, Mered juga disebut Kaleb, satu dari antara dua belas mata-mata Israel.

Musa tumbuh dewasa dan dididik di istana Mesir, artinya ia mendapatkan pendidikan terbaik pada waktu itu sebagai putra dari seorang putri Firaun.

Sebuah teks kuno Mesir dari abad ke-13 SM, yaitu Papirus Anastasi I, berisi pengetahuan geografi wilayah Palestina, termasuk jalan-jalannya dan keadaan penduduk negeri itu. Teks itu merupakan surat dari seorang ahli kitab Mesir, Hori, kepada ahli kitab lainnya bernama Amenemopet.

Dalam surat itu, Hori mengecam Amenemopet karena kegagalannya dalam memperhitungkan kebutuhan pasukan di Funisia (?). Kemudian, Hori menjelaskan secara ditail keadaan geografis Palestina dan Funisia.
Jika Musa dididik dengan pengetahuan seperti yang dimiliki oleh Hori, maka tidaklah mengherankan jika kemudian Musa begitu menguasai daerah, penduduk dan situasi yang akan ia hadapi di Gurun Sinai hingga Trans-Yordania dan masuk ke Palestina (Kanaan).

Pada umur 40 tahun, Musa terlibat kasus pembunuhan terhadap seorang Mesir yang memukuli seorang Ibrani (Kis. 7:23). Kasus ini membuat Musa menjadi buronan kerajaan, sehingga ia harus melarikan diri ke Midian dan tinggal di rumah seorang imam Midian bernama Rehuel (Kel. 2:18) atau Yitro (Kel. 3:1). Di sana ia menikah dengan Zipora (TB-LAI: Rehuellah Zipora), anak Yitro, dan bekerja sebagai gembala.

Bangsa Midian sudah lama dikenal dalam Alkitab. Mereka hidup sebagai kafilah atau pedagang. Mereka dikenal sebagai bangsa pengembara yang menjual kambing dombanya di wilayah-wilayah semenanjung Sinai dan Arabia (band. Kel. 3:1; 18:27). Kepada salah satu pedagang Midianlah saudara-saudara Yusuf menjual Yusuf sebelum akhirnya dijual lagi ke Mesir (Kej. 37:28, 36).

Musa berada di Midian selama 40 tahun (band. Kis. 7:30). Artinya, Musa telah berumur 80 tahun ketika ia tiba di Gunung Horeb atau Gunung Sinai (band. hlm. 21). Di sanalah Musa bertemu dengan Malaikat TUHAN melalui peristiwa nyala api yang keluar dari semak duri (Kel. 3:2).

Musa disuruh menanggalkan kasutnya untuk menghormati kekudusan TUHAN (Kel. 3:5). Dari sinilah kemungkinan berasal tradisi untuk melepaskan alas kaki setiap kali memasuki tempat ibadah di kalangan agama-agama timur. Namun, ternyata di kalangan Yunani kuno pun, tradisi melepaskan alas kaki juga ditemukan pada zaman Pythagoras.

Dalam perjumpaan ini, Musa diperkenalkan dengan nama y-h-w-h. Para ahli masih terus menggali dari mana nama ini berasal.

Kemungkinan yang paling diterima adalah dari bangsa Shasu, istilah Mesir untuk bangsa pengembara di wilayah Timur Tengah. Bangsa pengembara ini telah dikenal di Mesir sejak abad ke-15 SM (Dinasti XVIII) hingga Periode Menengah Ketiga (Dinasti XXV).

Dalam Bahasa Mesir, “Shasu” berarti “berjalan kaki.” Dalam tulisan yang berasal dari abad ke-15 SM, bangsa Shasu ini dikatakan berasal dari Trans-Yordania, sebagaimana dituliskan di kuil Soleb oleh Firaun Amenhotep III.

Salinan yang berasal dari zaman Firaun Seti I dan Raamses II di Amarah disebutkan beberapa kelompok Shasu, yaitu Shasu Seir, Shasu R-b-n, Shasu Sam’ath (kemungkinan dari suku Keni), Shasu W-r-b-r, dan Shasu Y-h-w.

Seorang arkeolog bernama Astour menemukan sebuah tulisan hieroglif (huruf kuno Mesir) tentang Shasu Y-h-w yang kemungkinan menjadi asal mula nama y-h-w-h.

Shasu Y-h-w adalah suku Keni dari Midian utara. Mereka telah menyembah Y-h-w sejak abad ke-13 dan 14 SM. Dalam Alkitab, keluarga Yitro juga disebut orang Keni (Hak. 1:16).

Dalam Kel. 3, Musa menghubungkan YHWH dengan “ehyēʰ asher ehyēʰ” yang kemungkinan berasal dari “nuk pu nuk” dalam tradisi Mesir kuno. Nuk pu nuk tercatat di banyak dinding kuil-kuil Mesir, yang berhubungan dengan dewa kematian Mesir, Osiris.

Dalam Papirus Ani yang diduga berasal dari abad ke-19 SM ditemukan tulisan Kitab Kematian, dimana di dalamnya terdapat kalimat “Nuk pu nuk” (Aku adalah dia, Aku adalah).

Sayangnya tidak ada pengetahuan memadai mengenai peribadatan dan dewa-dewa yang dikenal oleh suku Keni, Midian. Bahkan, prasasti-prasasti Midian tidak ditemukan, sehingga bangsa ini menjadi sangat misteri bagi kita sekarang.

Tulisan-tulisan kuno Mesir tentang bangsa ini tidak cukup mendukung untuk menggali pengenalan bangsa ini akan dewa-dewa mereka.

Namun, selain di Midian, ditemukan juga sejumlah dokumen kuno yang diduga berhubungan dengan nama YHWH. Sebuah teks Ugarit bertuliskan: s-m b-n-y y-w i-l-t, artinya “nama putra dewa, y-w.”

Friedrich Delitzsch juga menemukan tiga keping dari periode dinasti pertama Babel bertuliskan: Ya-a’-ve-ilu, Ya-ve-ilu dan Ya-u-um-ilu. Tulisan-tulisan itu berasal dari tahun 2000 SM.

Masih banyak temuan-temuan arkeologis lainnya yang dihubungkan dengan YHWH. Intinya, para arkeolog menduga bahwa YHWH adalah sebuah nama yang dimodifikasi oleh Musa berdasarkan pengenalannya akan dewa-dewa kuno yang disembah oleh orang-orang Semit kuno.

Musa memperkenalkan nama ini kepada bangsa Israel pada momen yang tepat, yaitu ketika bangsa itu telah sekian lama menjadi budak di Mesir. Mereka tinggal di Mesir selama beberapa generasi, sehingga kemungkinan mereka telah kehilangan kepercayaan mula-mula. Dengan demikian, Musa benar-benar menghadirkan bentuk kepercayaan baru kepada bangsa itu, yang kemudian ia hubungkan dengan kepercayaan Abraham (Kel. 3:14-16). []

1 komentar:

  1. Mal 3:10

    Ayat: "Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman Tuhan semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap- tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan."

    (rumah perbendaharaan itu adalah gereja dimana kita terdaftar sebagai anggota jemaat gereja tersebut..) jdi sudah jelas semua,jika kita memprakterkan/mengikuti perintah tuhan seperti di atas maka tidak akan ada lagi orang kristen meminta-minta bantuan dana/uang untuk memenuhi kegitan kerohaniawan baik itu KKR ataupun kegiantan lainnya. jangan heran kita tidak diberkati karena kita menyepelekan perintah tuhan, sudah jelas perpuluhan itu di bawah ke greja msi juga di bwa ke tempat2 lain...

    BalasHapus